Indo Kordsa in depth
Ini merupakan kelanjutan dari part pertama sebelumnya.
Kali ini ada sedikit hitungan, agar kalian yang punya Indo Kordsa mengerti lebih akan perusahaan yang hendak dibeli.
- Hubungan gross profit margin dengan harga raw material yang tinggi dan rendah
Pada tahun 2022, persentase masing-masing beban pokok dengan penjualan adalah sebagai berikut;
Raw material / Revenue = 54.6%
Overhead / Revenue = 22.6%
Direct Labor / Revenue = 2.3%
Maka dari itu GPM nya 20%an. GPM ini mirip dengan tahun 2016-2017 yang mana GPMnya 20%.
Namun tahun 2016, persentase masing-masing beban pokok dengan penjualan adalah;
Raw Material / Revenue = 43%
Direct Labor / Revenue = 5%
Overhead / Revenue = 31%
Disini, overhead tidak tertekan jadi 22.6% dikarenakan ASP (average selling price per ton) pada tahun 2016 yang murah, sehingga tentu penjualan turun, namun raw material lebih murah di tahun 2016. Maka dari itu GPMnya 20%an.
Jadi ketika ASP (average selling price) lagi tinggi overhead bisa tertekan (karena fixed cost), dikala lain ketika raw material murah, overhead lebih tinggi. Baca terus, saya akan jelaskan dibawah. - Secara Quarter GPM bisa naik turun
Secara quarter, GPM perusahaan ini bisa naik turun secara cepat, contohnya pada tahun 2013 dan tahun 2019 - Harga index produsen Tyre Cord
Harganya bisa dilihat di:
Tyre Cord & Fabric, Textile & Apparel, Producer Price Index (tradingeconomics)
United States - Producer Price Index by Commodity: Textile Products and Apparel: Tire Cord and Tire Fabric - 2023 Data 2024 Forecast 1984 Historical (tradingeconomics.com)
Ini penting agar, kalian bisa tahu ASP produk perseroan apakah naik/turun. - Kenaikan commodity membuat ASP naik
Ini bab paling penting
Higher oil price akan membuat higher ASP (selling price per ton).
Bisa dilihat ya, harga energi naik, harga metal dengan makanan juga naik, semua naik. Termasuk cotton sebab butuh pupuk, apalagi kalau ditambah forecast cuaca buruk, petani gak mau menanam, hasilnya China borong PET chip, sehingga raw material naik.
Perlu diketahui karena sekarang kita bahas tyre cord, jadi amat sangat penting untuk mengetahui siapa produsen terbesarnya, dan kalau ia memang market share yang sangat besar 50% keatas, maka ASP ditentukan olehnya. Kalau ia sudah rugi, maka biasanya harganya ngga akan turun-turun lagi. Di kasus ini ketika Hyosung Advanced material rugi, maka ASP akan disana saja.
Di kesimpulan saya akan jelaskan lebih mengenai fenomena ini.
Kenaikan penjualan di tahun 2022, dikarenakan kenaikan ASP (+20%) dan kenaikan penjualan kiloton sebesar 10%. Ini sangat masuk akal.
Buka annual report, fokus ke net sales detail
Mengapa? Sebab yang penjualan segmen tidak akurat (ada eliminasi), namun secara GPM per segmen itu akurat (sudah dihitung secara akutansi).
Kita harus bagi penjualan tyre cord dengan tyre cord kiloton,
Tahun 2022,
301,820,000/61817 = 4882$
Tahun 2021,
228,478,000/56110 = 4071$
Tahun 2020,
142,789,000/40,657 = 3512$
Tahun 2019,
213,609,000/49,978 = 4274$
2018, 4051$
2017, 3922$
2016, 3888$
2015, 4167$
2014, 4694$
2010-2013 = 4700-5100$
Kalian tinggal buat tabel habis itu, nah kalian bisa liat kalau harga oil tinggi, produsen besar kasih ASP tinggi. Ada kala, ketika ASP tinggi, kordsa rugi (lihat tahun Q3 2012- Q3 2013 - ini juga karena Thailand banjir, ditambah raw material mahal sekali). Ada kalanya, ketika ASP tinggi, GPM bagus (seperti tahun 2022 ini). Ada kalanya ASP turun, GPM bagus (Q4 2015 - Q3 2017). Ada kalanya juga, ASP turun, GPM single digit (2020).
Tahun 2020, terjadi penjualan yang turun diakibatkan penjualan kiloton turun, ASP juga turun, raw material juga tidak terlalu murah seperti tahun 2016, dan karena ini overhead yang adalah fixed cost jadinya tidak tertekan, malah menggerus GPM karena tidak balik modal depresiasi sebab ada mesin yang nganggur.
Bisa dilihat, ada yang straight line, ada yang based on production. - Melihat performa perusahaan ke belakang waktu krisis (tahun 1997-1998, tahun 2007-2008)
Pada krisis yang disebabkan thai baht float itu, harga BRAM sempat turun 90%.
Ini PR buat kalian, hitung GPM BRAM
Dulu Ray Dalio sempet short market, karena devaluasi juga. Namun karena bank pada masa itu baik-baik saja beda dengan ketika krisis thai baht ini, yang disebabkan karena ada rush di bank, oleh karena deposito (pertumbuhan DPK) yang tidak sustainable (dengan hutang deposito, ada spread margin dan ada peg Dollar-Baht).
Pada masa 1997-1998 ini porsi BRAM masih besar di nylon. Baik polyester tyre cord pun akan perform well dikala krisis, sebab replacement market lebih besar porsinya yaitu 70%, dibanding market baru 30%. Contoh bisa dipelajari, GJTL waktu 2020. Namun karena 2020 itu lockdown, apalagi pesawat juga ikutan tidur, tentu saja demand kain ban turun.
Selama bank baik-baik saja, ekonomi tidak krisis. Tahun 2007-2008 juga V recovery, banyak manajemen yang tidak menyangka. Ini tergantung dari kualitas hutang, kenaikan DPK yang sustainable (jadi ada ketahanan), tergantung juga dari LDR bank-bank besar (semakin rendah, jadi semakin bagus cushionnya), tergantung juga dari penggunaaan keuntungan yaitu bank-bank besar harus memiliki cash buffer (tidak membeli tanah, guna menghindar masalah likuiditas). - Mengapa raw material naik dan kesimpulan
Akhirnya, kita mesti tahu mengapa raw material bisa naik dikala ASP produk turun ataupun naik. Jawabannya adalah ketika China sedang membeli, pasti naik raw material. Hyosung Advanced Material itu buat manufakturnya di China, dan Vietnam. Inilah kenapa Hyosung mempunya market share sebesar 50%an, ini karena lebih dari 45% ban dunia diproduksi di China.
Purchasing raw material dengan harga sangat murah, adalah hal yang SANGAT penting untuk Indo Kordsa. SANGAT penting sekali, jadi bukan ASP naik, turun yang penting (meski bisa naikin GPM dengan menekan overhead).
Dari sini, hal yang harus dihindari adalah ketika ASP lagi murah, namun raw material langka, namun keadaan ini tidak mungkin lama, karena Hyosung Advanced Material pasti rugi kotor duluan, jadi mereka naikin ASP untuk bayar hutang (DER 2x).
Baik raw material, ataupun ASP produk tyre cord itu bisa naik/turun alasannya adalah karena:
Marginal cost production turun disebabkan oleh ongkos produksi turun
Saya akan beri contoh mudah, misalnya batubara dulu 10$ kan sempat, ini karena ongkos produksi juga murah, jadi produsen besar itu bisa untung, atau BEP di harga segitu. Nah lantas ketika ongkos produksi naik, ASP juga naik, jadi harga ASP itu dikontrol oleh produsen besar (baik raw material maupun produk).
Lalu produk substitusi, ini bisa saya beri contoh adalah seperti cotton. Perhatikan gambar dibawah yang saya ambil dari annual report Indo Kordsa halaman 15 tahun 2011.
Disitu ada dijelaskan, bahwa China membeli PET Chip (mengapa?) sebab katun lagi langka (harganya tinggi). Jadi produk substitusi cotton adalah PET chip, inilah mengapa waktu cotton lagi langka, INDR juga untung besar, karena produknya adalah bahan baku pengganti. Namun untuk Kordsa karena PET chip ini adalah raw material, jadi kalau cotton naik harga, PET chip juga naik harga, maka raw material Kordsa juga naik harga, karena untuk membuat polyester yarn butuh PET Chip.
Lalu juga karena demand naik, maka harga naik (jadi naik bukan karena ongkos produksi melainkan demand).
Nah makanya penting sekali di bisnis manufaktur untuk menjadi yang paling murah biaya produksinya.
Untuk Hyosung kenapa mereka berani untuk mengambil hutang besar, itu karena biaya hutang disana murah sekali. Makanya perusahaan luar negeri itu lebih cepat menjadi besar, mereka lebih cepat ekspansi karena bank mereka dipercaya makanya deposito lebih murah juga orang taruh. Karena bank adalah bisnis kepercayaan. Dengan begitu, hutangnya juga lebih murah, dan akhirnya ekonominya jadi bertumbuh.
Jadi 3 hal disini, kalau ongkos produksi turun, harga turun. Lalu switching material juga mengambil peran dalam membentuk harga, begitu juga dengan demand.
Lalu juga karena demand naik, maka harga naik (jadi naik bukan karena ongkos produksi melainkan demand).
Nah makanya penting sekali di bisnis manufaktur untuk menjadi yang paling murah biaya produksinya.
Untuk Hyosung kenapa mereka berani untuk mengambil hutang besar, itu karena biaya hutang disana murah sekali. Makanya perusahaan luar negeri itu lebih cepat menjadi besar, mereka lebih cepat ekspansi karena bank mereka dipercaya makanya deposito lebih murah juga orang taruh. Karena bank adalah bisnis kepercayaan. Dengan begitu, hutangnya juga lebih murah, dan akhirnya ekonominya jadi bertumbuh.
Jadi 3 hal disini, kalau ongkos produksi turun, harga turun. Lalu switching material juga mengambil peran dalam membentuk harga, begitu juga dengan demand.
Jadi kembali lagi, bisa saja terjadi, dimana raw material naik (karena cotton langka) namun ASP tyre cord turun (oversupply). Kalau begini, apakah Hyosung akan menaikkan ASP?
Bagaimana, sudah gatal meneliti Hyosung Advanced Material?
Untuk ini, saya bagi link saja
20180718091714077E.pdf (kbsec.com)
20190115182533057E.pdf (kbsec.com)
Bagaimana, sudah gatal meneliti Hyosung Advanced Material?
Untuk ini, saya bagi link saja
20180718091714077E.pdf (kbsec.com)
20190115182533057E.pdf (kbsec.com)
Selamat membaca dan mengerjakan PR
Sepertinya sudah berakhir tulisan saya mengenai Indo Kordsa. Namun kalau nanti kedepan saya baru ingat lagi hal yang penting yang harus saya tulis, maka saya tulis ya.
Terima kasih sudah membaca tulisan saya yang sederhana ini.
Terima kasih sudah membaca tulisan saya yang sederhana ini.